Terima Kasih Anda Telah Berkunjung Ke Kawasan Penyair Jawa Barat

Selasa, 02 Februari 2010

jun nizami





jun nizami

Jun An Nizami lahir di Tasikmalaya 21-02-1986. Bergiat di Sanggar Sastra Tasik (SST). Kadang menulis puisi dan cerpen dalam bahasa indonesia dan sunda. Puisi-puisinya pernah terlibat dalam buku antologi puisi Padang Oase (Halaman Moeka Publishing,2009), Antologi Puisi Penyair Nusantara "Musibah Gempa Padang" (Sastra dan Masjid Abdurrahman Bin 'Auf, Kuala Lumpur,2009). http://saungmurung.blogspot.com
"jun an nizami"

Sajaknya aantara lain :


Melayat Gerhana


Inong, ketika matari menggerhana, dewi keadilan telah menutup matanya dengan kain lap hitam, dengan warna kesakitan nasib kita yang temaram

Bukan menimbang tanpa memandang, hanya sebab kaos oblong kita yang bolong tak menarik baginya, hanya sebab kaki kita bersendal jepit yang sebelah berwarna biru pudar yang lainlagi berwarna kelabu yang gemetar

Lihat inong ketika matari menggerhana keadilan malah menyembah berhala. Dan kita mampus

Diinjakinjak sepatu boot olympus. Inong, mungkinkah kita berharap zeus sedikit nervous agar dari bawahtanah kita bisa menyambar segala ketidakadilan

Atau hancurkan samasekali seluruh rasa kemanusiaan?

Lalu apabedanya kita dengan mereka?

Inong, tapi bertanyalah mengapa mata dewi cantik itu ditutup kain, sebab bisa jadi ia adalah perban penyumbat nanah sementara ia lupa bahwa baunya semakin mengejawantah

Maka bersabarlah inong, sementara keadilan menggerhana maka kita harus terus mengasah kata

Kata dari baja yang ditempa di kerak neraka, atau kalimatkalimat pedas yang samasama culas dengan pengingkaran yang kelewat batas

Inong,
dan bersiaplah menantang matari! seberangi laut dan parit, dengan peluh dan rasasakit. Bersama keyakinan yang telah kita rakit, untuk menjarah kembali bintang yang dijarah, dan merampok kembali sabit yang dirampok bandit

Bawalah serta godam yang dendam, lalu hantamkan palu juga tebaskan arit



2009

Tasikmalaya, Peta Pada Dada


/1/

Setiap pulang di dadamu aku rebah
Nanti pulang dalam pelukmu aku istirah.

Rajapolah,adalah sabar ibu menganyam bulumataku,yang menjernihkan kliwon darahku yang abu,yang menafsir garis tanganku dalam kitab primbon masalalu.

Setiap pulang di dadamu aku rebah,perjalanan yang istirah.

Bahwa di balik gamismu telah dikuburkan ari-ariku,yang dikerubung lelembut,untuk sampaikan tawasul rintih dan bisik lembut.

Setiap pulang disambut nyanyi-nyanyi burung,diiring tari para mojang gunung. Juga gerak salsa bocah perawan,yang centil,yang putih matanya bertabur gula dan bubuk intan.

/2/

Setiap pulang di dadamu aku rebah
Nanti pulang dalam pangkumu aku istirah.

Selalu,para ibu yang menumbuk pikiranku di dalam lesung,dan melumuri sajak rinduku dengan adonan tepung.

Lalu menggaunglah Pamijahan,tempat kunyalakan sajak di goa-goa,lalu di tikar buluk ku gelar bersama getar doa. Ku cuci pada laut kidul,ku lebur pada debur Pengabul. Ku erami dalam temaram Kampung Naga,sampai Citanduy yang kenalkanku linang airmata.

Demi rinduku yang selalu melanglang. Menapak pundak tegarnya bapak, demi kubur ari-ari,demi anyaman hasil tangan ibu,dan demi jumat hari lahir juga akhirku.. Adalah di pucuk Galunggung ku letuskan adzan puncak cintaku.

Nanti pulang dalam pangkumu aku tidur,aku berkubur. Setelah seribu kali lagi aku menjadi Petani,memanen padi dengan hati hati-hati.

Selama merinduimu adalah undangan irama atau mendatangimu adalah lambaian panorama. Dan selama di celak mataku,segala kata-kata telah mutlak menjadi ratusan sajak. Ratusan sajak yang blingsatan.



2009