
Penulis puisi dan cerpen sejak tahun 1983. Karya - karyanya dimuat dipelbagai media cetak pusat dan daerah antara lain : Republika, Kompas, Horison, Suara Karya, Media Indonesia, Lampung Post,Tempo, dan lain-lain Juara I Lomba Cipta Puisi SPSI Tingkat Nasional (1992), harapan I Lomba Cipta Puisi Hutan Ebonni Tingkat Nasional (1994). Sepuluh terbaik Cipta Puisi Batu Beramal I (1994) Juara I Cipta Puisi Batu Beramal II (1995), Sepuluh Terbaik Lomba Cipta Puisi Dewan Kesenian Mojokerto (1998), Juara Hara panCipta Puisi Seratus Tahun Bung Karno (2001), Sepuluh Terbaik Lomba Cipta Puisi Seratus Tahun Bung Hatta (2002), Juara Tiga Lomba Puisi Krakatau Award (2002). Antologi Cerpen dan Puisi bersama antara lain : Sembilan Penyair Menatap Publik, Batu Beramal I dan II, Kebangkitan Nusantara I dan II,Cerita dari Hutan Bakau, Nuansa Hijau, Getar, Sahayun, Dari Bumi Lada, Songket I, Trotoar, Mimbar Penyair Abad 21, Kaki Langit Kata - Kata, Antologi Puisi Indonesia KSI (1997), Resonansi Indonesia, Datang Dari Masa Depan
Gelar Esai & Ombak Sajak Anno Kompas (2001), Puisi Tak Pernah Pergi (2003), Jakarta Dalam Puisi Mutakhir, Nyanyian Integrasi Bangsa, Lampung Kenangan (2002), Narasi Dari Pesisir (2003). Dan diundang Beberapa acara temu sastra di Indonesia. Salah satu puisinya :
Gelar Esai & Ombak Sajak Anno Kompas (2001), Puisi Tak Pernah Pergi (2003), Jakarta Dalam Puisi Mutakhir, Nyanyian Integrasi Bangsa, Lampung Kenangan (2002), Narasi Dari Pesisir (2003). Dan diundang Beberapa acara temu sastra di Indonesia. Salah satu puisinya :
Melucuti Ingatan Terhadapmu
melucuti ingatan terhadapmu, telah menghancurkan
tembok yang kubangun buat membentengi dirimu
dari api dunia. kau tak bisa seperti urat ranting
yang ingin searah dengan dahan. kau adalah arus
yang selalu mengikuti ke mana induk air mengalir
melucuti rindu terhadapmu, aku telah kehilangan
sejuta kata-kata yang muncul dari benih yang
kutanam selama ingatanku melekat pada matamu,
pada rambutmu juga pada ranjangmu yang bergerak
kau bukan secangkir kopi bagi udara yang dingin
kau adalah perahu yang semestinya mudah kudayung
ke manapun tujuanku, tapi kau lebih dari apa
yang kuduga. jejakmu mengandung api, panas bila
kususuri. ucapanmu mengandung pasir, perih bagi
telinga dan mata
pergilah kau duri bulan
menjelmalah sepi bagi semua sudut di jiwaku.
Citayam, Pebruari 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar